Sumber : alkitab.mobi
Sumber : alkitab.mobi
Sumber : renunganharian.net
Sumber : alkitab.mobi
Sumber : renunganharian.net
Sumber : alkitab.mobi
Sumber : renunganharian.net
Sumber : alkitab.mobi
Sumber : renunganharian.net
Sumber : alkitab.mobi
Sumber : renunganharian.net
RENUNGAN HARIAN
Bacaan : YOHANES 15:1-17
Setahun : Hakim-hakim 10-12
TINGGAL DALAM YESUS
"Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti carang tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku." (Yohanes 15:4)
Hidup dalam keterpisahan dengan seseorang yang kita kasihi tentu sangatlah menyakitkan. Berpisah dengan seseorang akibat sebuah masalah, membuat hubungan menjadi hancur. Keterpisahan karena kematian menimbulkan dampak kesedihan mendalam dan butuh waktu panjang untuk memulihkannya.
Yesus tahu bahwa sedikit waktu lagi Ia akan berpisah dengan murid-murid-Nya. Murid-murid pastilah merasa kehilangan, namun Yesus sangat berharap agar mereka tetap berpaut dan melekat kepada-Nya. Secara fisik mereka memang berpisah, tetapi itu bukan berarti membuat hubungan mereka renggang. Yesus memerintahkan mereka untuk tinggal di dalam-Nya seperti carang yang melekat pada pokok anggurnya. Dengan demikian mereka akan berbuah lebat dan memuliakan Allah. Tinggal dalam Yesus atau melekat kepada-Nya berarti tinggal di dalam kasih-Nya, hidup dalam ketaatan pada firman-Nya, dan hidup saling mengasihi seperti Yesus mengasihi mereka.
Apa yang disampaikan oleh Yesus mengingatkan kita apa sesungguhnya yang paling utama sebagai murid Kristus: tinggal dan melekat dengan Dia. Ketika kita bersedia tinggal di dalam Yesus, maka kita menyadari panggilan hidup yang telah Ia tetapkan, yakni menghasilkan buah untuk memuliakan Dia. Bersedia tinggal di dalam Yesus berarti ada kerelaan dan kerendahhatian untuk dibersihkan dan dibentuk agar hidup kita semakin banyak berbuah. Sekalipun perintah ini tidaklah mudah dan membutuhkan disiplin untuk mengusahakannya, namun kita percaya bahwa Roh Kudus, Sang Penghibur yang telah dijanjikan-Nya itu, akan selalu memampukan kita.
JIKA KITA MENOLAK UNTUK TINGGAL DI DALAM YESUS,KITA TIDAK AKAN PERNAH MENGHASILKAN BUAH,APALAGI MEMULIAKAN-NYA
Sumber : alkitab.mobi
Sumber : renunganharian.net
Sumber : alkitab.mobi
Sumber : renunganharian.net
Sumber : alkitab.mobi
Sumber : renunganharian.net
Sumber : alkitab.mobi
Sumber : renunganharian.net
Sumber : alkitab.mobi
Sumber : renunganharian.net
Sumber : alkitab.mobi
RENUNGAN HARIAN
Bacaan : Markus 13:1-2
Setahun : Yosua 1-4
Kokoh di Luar, Rapuh di Dalam
TB: Ketika Yesus keluar dari Bait Allah, seorang murid-Nya berkata kepada-Nya: "Guru, lihatlah betapa kokohnya batu-batu itu dan betapa megahnya gedung-gedung itu!" | Markus 13:1 (TB)
Bait Suci yang berdiri pada masa PB dibangun oleh Raja Herodes Agung. Bangunannya disusun dari batu-batu putih yang kokoh. Kemegahannya melampaui bangunan yang pernah dibangun oleh Salomo.
Para murid mengagumi kemegahan Bait Suci (1). Namun, Yesus justru merespons mereka dengan menubuatkan kehancuran Bait Suci (2).
Sebelumnya, Bait Suci dihancurkan oleh tentara Babilonia. Kemudian, Bait Suci dibangun kembali oleh Herodes, raja Romawi yang berkuasa di Yudea. Herodes membangun Bait Suci bukan karena ia berbakti kepada Allah, melainkan karena ia memiliki motif politik. Dengan membangun Bait Suci ia berusaha merebut simpati dan dukungan dari rakyat.
Bangsa Israel percaya bahwa Bait Suci merupakan tanda kehadiran Allah di dunia. Selama Bait Suci kokoh berdiri, Allah selalu menyertai mereka. Sementara itu, para nabi mengingatkan bahwa kehadiran Allah tidak identik dengan benda kasat mata seperti bangunan yang megah. Kehadiran Allah tampak dari cara hidup umat yang menaati-Nya. Para nabi menerangkan bahwa Bait Suci hancur sebagai hukuman Allah atas dosa umat. Ritual ibadah mereka sempurna, sesempurna bangunan Bait Suci, tetapi mereka berlaku jahat terhadap sesamanya.
Yesus melihat Bait Suci kokoh di luar, tetapi rapuh di dalam. Bangunan ini beserta tatanan di dalamnya hanya menunggu waktu. Sejarah pun terulang. Ibadah-ibadah yang dilakukan di dalamnya tidak mencerminkan kehadiran Allah. Tidak ada yang sepenuh hati memikirkan nasib umat yang malang, apalagi kehendak Allah.
Ada ungkapan "gereja bukanlah gedungnya, melainkan orangnya". Yang menghidupkan rumah ibadah adalah orang-orang yang giat di dalamnya. Ketika kita beribadah, kita dapat mencari tempat yang nyaman dengan fasilitas lengkap, berdoa secara khusyuk, dan larut dalam nyanyian rohani yang menghibur hati. Namun, apakah kita mengenal siapa yang duduk di samping kita, apalagi peduli terhadap kesusahannya?
Gereja akan menjadi rumah Allah yang "hidup" selama kita giat melakukan kehendak-Nya. [WTH]
Sumber : renunganharian.net
Sumber : alkitab.mobi
Sumber : renunganharian.net
Sumber : alkitab.mobi
RENUNGAN HARIAN
Bacaan : Markus 12:28-34
Setahun : Ulangan 24-27
Pencinta Kebenaran
TB: Lalu seorang ahli Taurat, yang mendengar Yesus dan orang-orang Saduki bersoal jawab dan tahu, bahwa Yesus memberi jawab yang tepat kepada orang-orang itu, datang kepada-Nya dan bertanya: "Hukum manakah yang paling utama?" | Markus 12:28 (TB)
Di tengah situasi yang buruk sekalipun, kalau kita membuka mata, terkadang kita masih bisa melihat hal-hal yang baik. Di tengah orang-orang yang toxic, kadang tersisa mereka yang terus berjuang untuk menjadi lebih baik. Oleh karena itu, kita tidak bisa serta-merta menyamaratakan semua orang.
Di kalangan ahli Taurat yang berusaha memusuhi dan menjatuhkan Yesus, ternyata ada seorang yang benar-benar mencari kebenaran. Yesus memuji orang tersebut dan menyatakan bahwa dia tidaklah jauh dari Kerajaan Allah (34).
Ahli Taurat ini dapat disebut sebagai "sisa", yaitu orang-orang yang terus setia kepada Tuhan (bdk. Yes. 10:20). Tidaklah heran orang ini memiliki kepekaan dalam melihat jawaban bijaksana Yesus terhadap orang-orang Saduki. Ia juga mengajukan pertanyaan, tetapi pertanyaannya bukan untuk menjatuhkan seperti ahli Taurat lainnya, bukan juga demi meneguhkan posisi seperti orang Saduki. Dia sungguh-sungguh mencari kebenaran. Ia benar-benar rindu untuk mengetahui hal yang terutama dari seluruh ajaran firman (28).
Tampak bahwa dia sudah meyakini jawaban Yesus, tetapi dengan bertanya dia membuka diri untuk kembali dikoreksi dan diajar atas apa yang diyakininya (32-33). Dia memiliki hati yang dapat diajar, yaitu hati seorang murid yang terbuka untuk dibimbing dan dibentuk.
Sebagai ahli Taurat, jelas dia bukan orang bodoh. Tentunya dia diakui, dihargai dan dihormati banyak orang. Biasanya orang seperti itu akan merasa gengsi atau malu bila terlihat bodoh. Namun, dia malah menerima dan mengakui jawaban Yesus. Cintanya akan kebenaran dan kerendahhatiannya membuatnya tidak menjadikan posisinya sebagai yang terutama. Dia rela bertanya kepada seorang guru baru yang bahkan barangkali lebih muda daripada dia. Ia tidak memandang Yesus sebagai ancaman, karena dia adalah pencinta kebenaran dan Yesuslah kebenaran itu.
Mari jadilah pencinta kebenaran yang rela membuka hati untuk dikoreksi, termasuk jika kebenaran itu datang melalui orang-orang yang lebih muda atau kurang terpandang. [JHN]