Wednesday 25 October 2023

Gagal Tidak Setia

Sumber : alkitab.mobi

 



RENUNGAN HARIAN
Bacaan : Yehezkiel 43:13-27
Setahun : Lukas 10–11

Gagal Tidak Setia
TB: Inilah ukuran-ukuran mezbah itu dalam hasta, yaitu hasta yang setapak tangan lebih panjang dari hasta biasa: paritnya adalah satu hasta dalamnya dan satu hasta lebarnya dan sekeliling parit itu ada tepi yang tingginya satu jengkal. Dan inilah tinggi mezbah itu: | Yehezkiel 43:13 (TB)



Altar adalah titik awal dari kehidupan Israel di hadapan Allah. Di sinilah Allah dan umat-Nya berjumpa. Altar adalah tempat yang paling sakral.

Tetapi, justru di tempat paling sakral ini Israel berbuat dosa yang terendah (lih. 8:16). Dosa penyembahan berhala yang merusak relasi di tempat di mana justru relasi itu dibangun.

Tidak heran penyembahan berhala sering digambarkan seperti perzinahan, yaitu ketidaksetiaan dari hubungan pernikahan yang sakral.

Perzinahan terjadi ketika salah seorang pasangan memilih tidak setia dan mengkhianati pasangan yang padanya ia sudah berjanji setia.

Seharusnya tindakan Israel ini dapat membuat Allah memutuskan ikatan perjanjian-Nya. Akan tetapi, Allah memilih tetap setia di tengah ketidaksetiaan umat-Nya. Altar yang telah dinodai dengan ketidaksetiaan dipulihkan oleh

Allah (18-27). Altar dikembalikan menjadi fokus utama persekutuan Allah dan Israel.

Ada tujuh hari penyucian altar. Tujuh menandakan kesempurnaan baru. Setelah itu, altar dianggap siap untuk pengurbanan. Tujuh hari penyucian ini mengingatkan hari raya Sukkot, festival utama bangsa Yahudi yang mengingatkan pengembaraan mereka di padang pasir ketika keluar dari perbudakan Mesir. Ini kisah nostalgia akan kasih

Allah yang menyelamatkan dan menjaga umat-Nya.

Percikan darah pada altar mengingatkan akan hari raya Yom Kippur ketika imam memanjatkan penebusan untuk umat Israel (lih. Im. 16:18-19). Garam yang ditaburkan pada korban juga menggambarkan perjanjian garam (lih. Im. 2:13). Sifat mengawetkan garam menjadi simbol ketetapan dari perjanjian Allah. Hal itu merupakan afirmasi kasih setia Allah yang tidak dapat digagalkan oleh ketidaksetiaan umat-Nya.

Kasih setia Allah yang besar seharusnya membuat kita memiliki pengharapan. Ketidaksetiaan kita tidak akan pernah bisa menggagalkan kesetiaan Allah. Hal itu tidak membenarkan setiap kegagalan kita, tetapi justru memberi kita semangat kembali belajar setia dengan tetap melihat kasih dan kesetiaan Allah. [JHN]


No comments:

Post a Comment